Senin, 11 Agustus 2014

Seorang bayi yang nyawanya diambil

Kepada seorang bayi yang nyawanya diambil, apakah sosok itu membuat kita merasa iba?
Kepada seorang bayi yang batal menjadi penghuni dunia, apakah cukup membuat keluarganya berurai air mata?
Kepada seorang bayi yang tak sempat tumbuh, apakah kita merasa lebih beruntung daripada dirinya?

Padahal bayi itu kembali pada Zat Yang Telah Menciptakan.
Bayi itu pergi dalam keadaan 'putih', tanpa setitikpun dosa yang mengikutinya.
Bayi itu merupakan calon penghuni surga tanpa dihisab.
Bayi itu mungkin menjadi bidadari, tanpa pandang bulu dari rahim siapa ia berasal.

Lain halnya dengan aku, yang telah tumbuh menjadi aku saat ini.
Dosaku telah menggunung.
Mati hari ini, tahun depan, atau bahkan 50 tahun lagi tak akan membuat ku yakin amalanku cukup untuk menembus surgaNya.

Lalu apakah itu berarti bayi tadi lebih beruntung?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar